Dulu, aku sempat terlalu percaya "jika seseorang yang telah berlama-lama denganku tidak akan pergi meninggalkan"
Sampai akhirnya aku mendengarkan sendiri ucap keinginannya untuk perlahan pergi.
Sampai akhirnya aku menyaksikan sendiri pundaknya yang semakin menjauh tak terlihat.
Ahh terlalu percaya membuatku semenyakitkan ini. Lantas, untuk apa terlalu percaya lagi, jika pada akhirnya terlalu percayaku berujung menikamku sendiri.
...atau bahkan aku menganggapnya sama. Sebut saja aku egois, jika aku menyamaratakan semuanya.
Ahh sudahlah, perjuangan diawal memang rasanya manis sekali, banyak janji-janji kebahagiaan yang diucapkan, bahkan menyatakan seseorang akan terus ada dan tidak pergi.
Dadaku sesak, terasa penuh ketika mendengar ucapan terlalu sayang seseorang kini, karena dulu seseorang juga pernah begini terhadapku, begitu menyayangiku, menjanjikan akan terus ada, sekali pun tantangan berat yang akan dihadapi.
Kau tahu akhirnya?
Janji-janji itu berlalu.
Kebahagiaan yang selalu dijanjikan seperti tak pernah terucapkan.
Memperjuangkan bukan lagi tanggung jawabnya.
Singkatnya melangkah pergi dan meninggalkan.
Ntahlah, sekelebat kekhawatiran masih menggantung dipikiran.
Jika harus,
Mengapa kau tak terus mempercayainya tanpa perlu mengkhawatirkan semuanya?
Atau karena kau terlalu primitif dengan keyakinanmu yang kau anggap "seseorang yang telah lama pun mampu meninggalkan, apalagi seseorang yang baru"
Jika harus,
Mengapa kau tak mencobanya lebih dalam lagi? Memulainya tanpa menganggap semuanya akan terjadi sama seperti masa lampau kau yang suram itu.
Jika harus, atau sebenarnya memang harus?
Berhenti menganggap semuanya sama, pun mengkhawatirkan semuanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar