Minggu, 18 Oktober 2015

Masih tertuliskan ...

Hai Rindu.
Entah sejak kapan aku mulai menghitung berapa lama waktu tanpa pertemuan. Aku mulai menghitung seberapa jauh jarak yang dihabiskan tanpa duduk bersebelahan.

Sebenarnya aku membenci diriku sendiri sekarang, yang dengan sendunya selalu memiliki rasa khawatir untuk satu orang saja. Itu aku rasakan berkali-kali. Aku benci dengan peduli dan marahnya aku, ketika khawatirku tak mendapatkan balasan diujung penantianku. Aku benci dengan diriku sendiri sekarang.

Entah sudah berapa lama aku mulai merasakan hal yang sebenarnya dulu bisa aku anggap biasa saja, sekali lewat, dan terlupa begitu saja. Aku mulai mencari diriku diawal cerita, mulai menelurusuri jalan ketempat aku memiliki rasa awal, tanpa peduli, tanpa khawatir, yang berlebihan. Yaa, aku mencari, tapi sepertinya tak kutemukan diriku diawal. Jalanku sudah panjang, sudah terlalu banyak kelokan yang aku lewati jika aku harus kembali kejalan awal.

Hai Rindu.
Entah berapa waktu yang sudah aku habiskan untuk sekedar berjalan, hingga aku sampai dititik ini. Entah sudah berapa liter air yang aku habiskan, ketika aku lelah berjalan dan beristirahat sejenak, berpikir apakah aku harus terus berjalan atau berhenti. Atau kembali kepada jalan awal.

Hai Rindu.
Nampaknya diriku tetap saja memutuskan untuk berjalan terus kedepan, tanpa peduli apapun sakitnya dan betapapun perihnya sebuah perjuangan dalam perjalanan panjang.

Hai Rindu.
Sebenarnya sudah berkali-kali aku katakan. Aku benci dengan diriku yang sekarang, aku benci dengan rasa yang sudah tumbuh terlalu jauh, dan... Aku benci ketika aku berada jauh, tidak duduk bersebelahan. Aku benci...

Hai Rindu. 
Betapapun aku ingin kembali kepada rasa awalku, rasa yang masa bodo terhadap apapun, tapi sebenarnya memiliki rasa peduli pun khawatir seperti sekarang ini, memiliki sensasi yang luar biasa nikmatnya, nikmat belajarnya dan nikmat sendunya. Belajar bahagia pun belajar sedihnya. Semua sudah menjadi satu. Menjadi satu rasa yang memikat dalam sebuah perjuangan perjalanan.

Hai Rindu. 
Entah bagaimana pun ujungnya nanti, aku pun tidak tahu. Yang aku tahu, hanya selalu menengadahkan kedua tangan, meminta kepada Tuhan terhadap apa-apa yang diinginkan. Harapan akan selalu menjadi harapan jika tak pernah berani diwujudkan, walaupun Tuhan yang menentukan akhirnya, tapi sebagai manusia pun harus tetap berusaha keras.

Hai Rindu. 
Entah bagaimana pun keadaannya nanti, seperti apapun jalannya sekarang, jangan pernah lupa bahwa perjuangan yang telah dilewati sudah sangat jauh, bahkan jatuh berkali-kali pun sudah biasa, lalu, bukankah setelah jatuh berkali-kali selalu bangkit berkali-kali juga? 

Hai Rindu. 
Entah sudah berapa kali terhitung ingin berhenti, tapi tetap saja bertahan bahkan berjalan terus. 

Hai Rindu. 
Entah sudah berapa banyak hal yang menghasilkan amarah namun dapat diredam. Hakikinya, menguatkan bersama memang lebih membahagiakan daripada sendirian.

Hai Rindu.
Dalam jarak tanpa pertemuan yang bahkan aku mulai enggan mempercayainya (lagi), mengajarkan satu hal bahwa pertemuan akan menghasilkan banyak cerita yang seharusnya tak perlu disia-siakan sedikit pun ketika memiliki kesempatan. 

Hai Rindu.
Sepertinya aku sudah mulai terbiasa mengucapkan Rindu, bahkan merasakannya. Terimakasih telah mengajarkan aku banyak hal, terimakasih telah mengajarkan aku banyak kesabaran dan keikhlasan (dalam menunggu). Terimakasih.

 ...bahkan banyak kata Rindu ini pun masih tertulis untuk kamu... Bertahanlah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar